Dikutip dari: Dharma Praktis-Surabaya
Pada suatu masa terdapatlah sebuah negara yang rakyatnya memiliki adat istiadat yang sangat ganjil yakni, orang-orang yang telah lanjut usia diantara mereka harus disingkirkan dan diasingkan di gunung-gunung jauh yang mustahil dapat dicapai orang.
Seorang mentri tertentu di negara itu merasa terlampau sulit untuk mengikuti adat istiadat ini dalam peristiwa yang berkaitan dengan ayah kandungnya yang sudah berusia lanjut. Dan karenanya dia membangun sebuah gua rahasia di bawah tanah untuk menyembunyikan ayahnya yang tua renta dan merawatnya.
Pada suatu hari, seorang dewa tampil dihadapan sang raja negeri itu dan menyerahkan padanya sebuah problema sulit, sambil berkata bahwa kalau sang raja tidak dapat menjawabnya dengan memuaskan, negaranya akan dihancurkan.
Problema yang dikemukakan adalah: “Disini ada dua ekor ular; katakan kepadaku tentang jenis kelamin masing-masing.”
Sang raja maupun siapapun diantara para petugasnya di dalam istana tidak ada yang mampu menyelesaikan persoalan ini. Karenanya, sang raja menawarkan hadiah besar yang akan diserahkan kepada siapapun di negeri itu yang dapat menjawabnya.
Si menteri berkunjung ketempat persembunyian ayahnya dan memohon untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaannya tadi. Orang tua itu berkata: “penyelesaiannya mudah saja. Tempatkan kedua ekor ular itu diatas selembar karpet yang empuk; ular yang bergerak kesana kemari ialah ular yang jantan, yang berdiam diri adalah yang betina”. Si menteri menghaturkan jawaban itu kepada sang raja dan teka-teki itu dapat berhasil terjawab sepenuhnya.
Kemudian sang dewa menanyakan soal-soal lain yang serba sukar yang tak terjawabkan oleh sang raja dan para petugas istana; tetapi yang selalu terselesaikan oleh si menteri, setelah ia mengadakan konsultasi dengan ayahnya yang telah lanjut usia.
Inilah beberapa pertanyaan dan jawabannya. “siapakah yang sebenarnya sedang tidur, disebut sang sadar, dan siapakah yang sedang sadar, disebut si tidur?.” Jawabnya sebagai berikut: “ yang dimaksudkan ialah ia yang sedang berlatih untuk kebebasan hakiki. Dia sadar jika diperbandingkpan dengan mereka yang tidak tertarik dengan kebebasan, dia tertidur jika diperbandingkan dengan mereka yang telah mendapatkan kebebasan hakiki.”
“Bagaimana anda dapat menimbang seekor gajah yang besar?” “Muatkan gajah itu kedalam sebuah perahu dan tariklah garis tanda sampai seberapa dalam perahu tenggelam kelaut. Kemudian keluarkan gajah, isilah perahu tersebut dengan batu sampai kebatas kedalaman yang sama. Timbang bobot himpunan batu”.
“ Apakah artinya pepatah yang menyatakan: “secangkir air melebihi air samudera?”. Ini jawabnya: “Secangkir air yang diberikan dengan isi hati yang penuh welas asih dan murni kepada orang tua seseorang atau kepada penderita sakit punya pahala lestari, tetapi air samudera pada suatu saat kelak akan mengering”.
Sang Dewa ini menciptakan seorang yang hampir mati kelaparan yang tinggal tulang berbalut kulit dan berkeluh kesah: “Apakah di dunia ini ada seorang yang lebih lapar dari pada aku?”. “Orang yang begitu mementingkan diri sendiri dan tamak sehingga ia tidak percaya kepada Tri Ratna Buddha, Dhamma, Sangha dan yang tidak memberikan persembahan kepada orang tuanya maupun gurunya bukan saja lebih lapar tetapi ia akan terjerumus ke dalam alam setan kelaparan dan di sanalah ia akan menderita kelaparan untuk suatu masa yang sangat lama”. (bersambung).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar