Anda seringkali melihat seseorang yang sedang marah, bahkan anda sendiri pernah mengalaminya, tapi apakah yang disebut dengan kemarahan?
Kemarahan adalah suatu keadaan emosi yang biasa dialami oleh setiap orang pada saat tertentu. Kemarahan bisa diekspresikan secara terpendam maupun terbuka terang-terangan dan bisa berlaku singkat, bisa pula memakan waktu yang lama (dalam bentuk kebencian, dendam dan sebagainya).
Pada umumnya kemarahan itu muncul atau terjadi kalau proses perjalanan hidup kita, untuk mencapai sesuatu yang kita inginkan terhambat. Dalam hambatan ini, biasanya akan mempengaruhi reaksi pisik maupun emosi orang yang bersangkutan. Sekali lagi reaksi ini bisa ditekan, disembunyikan dan bisa pula diekspresikan secara terang-terangan dalam bentuk tindakan.
Menurut para ahli ilmu jiwa, kemarahan adalah faktor utama yang seringkali melumpuhkan kerja akal sehat manusia, bahkan kemarahan merupakan faktor yang sangat menentukan timbulnya gangguan lainnya. Kemarahan itu bisa merupakan sesuatu yang rusak (Destructive), khususnya kalau merupakan ekspresi emosi yang tidak terkendalikan, dapat juga merupakan sesuatu yang membangun (Constructive), kalau memotivasi kita untuk mengoreksi kesalahan kita atau mengingatkan kita untuk berfikir secara lebih baik.
Nah, sekarang bagaimana caranya menekan rasa marah dan emosi marah pada diri kita? Sebagai umat Buddha kita mempunyai suatu resep untuk mengatasi rasa marah dan emosi tersebut dengan manjur, yaitu dengan meditasi. Didalam meditasi ini, kita harus berusaha melatih agar pikiran kita menjadi tenang sewaktu rasa marah melanda pikiran kita. Apabila meditasi ini kita laksanakan secara baik, maka sifat lekas marah atau emosi ini sedikit demi sedikit dapat kitai tekan. Jika perasaan marah ini timbul, maka perasaan marah ini dapat membuat pikiran kita menjadi panas, diliputi oleh kebencian, ingin menghancurkan atau membunuh orang lain. Apabila pelampiasan rasa marah belum habis, maka bathin kita akan selalu diliputi oleh kebencian, yang akhirnya membawa rasa dendam serta rasa gelisah atau keresahan yang sering menghantui perasaan kita.
Cara meditasi yang sesuai untuk mengatasi hal ini adalah meditasi dengan mengembangkan perasaan cinta kasih (Metta Bhavana). Dengan pengembangan perasaan cinta kasih ini kepada semua makhluk, maka pikiran kita akan dipenuhi dengan rasa cinta kasih/kasih sayang, lemah lembut, pikiran yang bersahabat, bebas dari kebencian dan tanpa dendam, sehingga akhirnya akan menimbulkan rasa aman, tentram serta damai dalam hati kita.
Cara yang paling mudah dan efektif untuk mengatasi rasa marah yang timbul pada diri seseorang adalah menjalankan meditasi dengan obyek jari-jari tangan, yaitu ibu jari disentuhkan kejari telunjuk dengan kesadaran sepenuhnya, selanjutnya ibu jari tangan disentuhkan ke tengah dengan disadari sepenuhnya- ibu jari disentuhkan ke jari manis dan jari kelingking dengan disadari sepenuhnya, dan seterusnya dari jari kelingking, kejari manis, kejari tengah, dan jari telunjuk. Hal ini hendaknya dilakukan berulang-ulang kali dengan penuh kesadaran. Dengan melakukan hal tersebut di atas, maka rasa marah yang timbul/akan timbul dapat ditekan dan pikiran kita akan menjadi tenang kembali.
Agar kita tidak lekas cepat marah, maka kita dapat melatih meditasi Metta Bhavana dengan merenungkan dan memikirkan:
“Semoga saya tidak mempunyai dan mendendam kebencian dan semoga dijauhkan dari pikiran jahat serta semoga semua makhluk selalu berbahagia”.
Selain kita dapat mengatasi rasa marah, masih ada beberapa manfaat yang kita peroleh dalam melaksanakan Meditasi Metta Bhavana, antara lain yaitu:
Kita akan disukai oleh orang lain dan makhluk-makhluk lain.
Kita akan memperoleh banyak sahabat.
Kita akan dapat tidur nyenyak tanpa dikejar-kejar oleh mimpi-mimpi buruk dan kita bangun dengan perasaan yang damai.
Kita dapat bersikap lebih sabar dalam menghadapi orang-orang disekitar kita, dan lain-lain.
Seperti dalam syair-syair Dhammapada:
Di dalam dunia ini, kebencian tidak pernah berakhir bila dibalas dengan kebencian. Tetapi kebencian akan berakhir bila dibalas dengan cinta kasih. Inilah suatu hukum yang abadi (Dhammapada 5).
Sungguh berbahagia bila kita hidup tanpa membenci di tengah-tengah orang yang membenci kita hidup tanpa membenci (Dhammapada 197).
Semoga dengan cara-cara diatas, maka pikiran kita akan selalu diliputi perasaan damai, yang mana bertepatan dengan tahun ini yang telah dicanangkan oleh PBB sebagai TAHUN PERDAMAIAN. Sebagai umat Buddha, kita dituntut untuk lebih menghayati dan melaksanakan Dharma untuk mewujudkan perdamaian ini, setidak-tidaknya damai dalam diri kita masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar