Perayaan Membajak
Setelah Pangeran berumur beberapa tahuan, Raja Suddhodana mengajaknya untuk turut pergi ke perayaan membajak. Raja sendiri turut membajak bersama-sama para petani dengan menggunakan sebuah alat bajak yang terbuat dari emas.
Sewaktu perayaan berlangsung dengan meriah, dayang-dayang yang ditugaskan untuk menjaga Sang Pangeran merasa tertarik sekali dengan jalannya perayaan itu. Mereka ingin menyaksikan perayaan tersebut dan meninggalkan Pangeran kecil di bawah bayangan pohon jambu. Setelah kembali mereka merasa heran sekali melihat Pangeran sedang bermeditasi dengan duduk bersila.
Dengan cepat mereka melaporkan peristiwa tersebut kepada Raja. Raja dengan diiringi para petani berbondong-bondong datang untuk menyaksikan peristiwa ganjil tersebut. Benar saja mereka menemukan Pangeran kecil sedang bermeditasi dengan kaki bersila dan tidak menghiraukan kehadiran orang-orang yang sedang memperhatikannya. Karena Pangeran saat itu telah mencapai Jhana, yaitu suatu tingkatan pemusatan pikiran, maka sama sekali tidak terganggu oleh suara-suara yang berisik. Ada lagi satu keajaiban lain. Bayangan pohon jambu tidak mengikuti jalannya matahari tetapi tetap memayungi Pangeran kecil yang sedang bermeditasi. Melihat keadaan yang ganjil untuk kedua kalinya Raja Suddhodana memberi hormat kepada anaknya.
Masa Kanak-Kanak
Setelah Pangeran berusia tujuh tahun, Raja memerintahkan untuk menggali tiga kolam di halaman istana. Di kolam-kolam itu ditanami berbagai jenis bunga teratai (Lotus). Satu kolam dengan bunga teratai yang berwarna biru (Uppala), satu kolam dengan bunga yang berwarna merah (Paduma), dan satu kolam lagi dengan bunga yang berwarna putih (Pundarika). Selain tiga kolam tersebut, Raja juga memesan wangi-wangian, pakaian dan tutup kepala dari negara Kasi, yang pada waktu itu terkenal karena menghasilkan barang-barang tersebut dengan mutu yang terbaik.
Pelayan-pelayan diperintahkan melindungi Pangeran dengan sebuah payung yang indah kemanapun Pangeran pergi, baik siang maupun malam hari lambang dari keagungannya.
Setelah tiba waktunya untuk bersekolah, Raja memerintahkan seorang guru yang bernama Visvamitta untuk memberikan pelajaran kepada Pangeran dalam berbagai ilmu pengetahuan. Ternyata Pangeran cerdas sekali. Semua pelajaran yang diberikan, denganc epat dapat dipahami sehingga dalam waktu singkat tidak ada lagi hal-hal yang dapat diajarkan kepada Pangeran kecil.
Sejak anak-anak, Pangeran terkenal sebagai anak yang penuh kasih sayang terhadap sesama makhluk hidup seperti terlihat dari kisah di bawah ini.
Pada suatu hari Pangeran sedang berjalan-jalan di taman dengan saudara sepupunya, Devadatta, yang pada waktu itu membawa busur dan panah. Devadatta melihat serombongan belibis hutan terbang di atas mereka. Dengan cekatan Devadatta membidikkan panahnya dan berhasil menembak jatuh seekor belibis. Pangeran dan Devadatta berlari-lari ke tempat belibis itu jatuh. Pangeran tiba lebih dulu dan memeluk belibis itu yang ternyata masih hidup. Pangeran dengan hati-hati dan penuh kasih sayang mencabut panah dari sayap belibis tersebut, kemudian meremas-remas beberapa lembar daun hutan dan dipakai sebagai obat untuk menutupi luka bekas anak panah. Devadatta meminta agar belibis itu diserahkan kepadanya karena ia yang menembaknya jatuh. Namun pangeran tidak memberikannya dan mengatakan, “Tidak, belibis ini tidak akan aku serahkan kepadamu.
Kalau ia mati, maka ia benar menjadi milikmu. Tetapi ia sekarang tidak mati dan ternyata masih hidup. Karena aku yang menolongnya, maka ia adalah milikku. Devadatta tetap menuntutnya dan Pangeran masih tetap pada pendiriannya dan tidak mau menyerahkannya. Akhirnya atas usul Pangeran, mereka berdua pergi ke Dewan Para Bijaksana dan mohon agar dewan memberikan keputusan yang adil dalam persoalan tersebut. Setelah mendengarkan keterangan-keterangan dan penjelasan dari kedua belah pihak, Dewan lalu memberikan keputusan sebagai berikut:
“hidup itu adalah milik dari orang yang mencoba menyelamatkannya. Hidup tidak mungkin menjadi milik dari orang yang mencoba menghancurkannya. Karena itu menurut norma-norma keadilan yang berlaku, maka secara sah, belibis harus menjadi milik dari orang yang ingin menyelamatkan jiwanya, yaitu Pangeran Siddhattha.”
Bersambung....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar