alamat redaksi

Alamat Redaksi : Yayasan Buddhayana Vidyalaya Jl. Sultan Haji No.80, Sepang Jaya Kec. Kedaton Bandar Lampung

Edisi Buletin

Sabtu, 26 Februari 2011

MEMBUAT ANAK SENANG BELAJAR


Di ruang kerja, saya sering menerima telepon dari para orangtua yang memiliki masalah terhadap prestasi belajar putra-putri mereka. Selanjutnya berdasarkan pengamatan saya, anak-anak itu sebenarnya termasuk anak-anak yang cerdas, namun tidak dapat berprestasi baik di sekolahnya. Namun, para orangtua terlanjur mengeluhkan mereka sebagai anak yang bodoh, nakal, dan mengalami kesulitan belajar di sekolah.

Beberapa diantaranya memang lebih banyak anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan. Menurut sebuah penelitian, ada sekitar 15 sampai 40% anak seperti ini yang tampil kurang bersemangat, tidak tertarik pada mata peajaran di sekolah dan cenderung putus asa. Anak-anak inilah yang kemudian sering dikeluhkan orangtua sebagai anak yang mengalami kesulitan belajar atau kurang senang belajar.

Sungguh disayangkan memang, apabila anak-anak yang sebenarnya cerdas dan dapat berprestasi baik di sekolah, namun akhirnya justru tidak menyukai kegiatan belajar dan prestasi buruk.

Beberapa hal berikut ini dapat merupakan penyebab anak-anak kurang menyukai kegiatan belajar.

Pertama, adalah penyebab yang berasal dari lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah yang tidak cocok bagi anak, misalnya sekolah yang kotor; jumlah siswa yang terlalu banyak dalam kelas; hadirnya seorang guru yang galak; serta guru yang kurang mendalami karakteristik dan kebutuhan anak, akan mempengaruhi kemampuan belajar seorang anak. Untuk itu, memang amat penting pengalaman yang menyenangkan pada saat-saat awal seorang anak masuk sekolah.

Kedua, adalah penyebab yang ditimbulkan dari konsep diri yang salah pada diri anak. Anak-anak yang terlalu banyak mengalami kegagalan selalu dikatakan sebagai anak bodoh, dicap sebagai anak yang tidak bisa berkonsentrasi dan kemudian diperlakukan tidak adil. Hal ini cenderung akan mengembangkan konsep diri anak yang negatif. Akhirnya anak-anak merasa bahwa ia benar-benar tidak dapat belajar dan tidak dapat berprestasi tinggi di sekolah.

Ketiga, adalah penyebab yang bersal dari dalam keluarga:
1. Orangtua yang terlalu otoriter atau memberikan tuntutan terlalu tinggi, sehingga justru membuat anak merasa gagal karena tidak mampu memenuhi tuntutan tersebut. Akibatnya anak merasa frustasi dan kemudian tidak mau melanjutkan semangatnya untuk belajar.

2. Orang tua yang terlalu meremehkan anak, juga dapat mengakibatkan anak tidak termotivasi untuk belajar. Misalnya: orang tua yang tidak mau berdialog dengan anak mengenai situasi dan pengalaman anak di sekolah; orang tua yang hanya mau tahu anaknya “rangking” berapa di sekolah tanpa memperdulikan proses belajar anak sehari-hari; dan orangtua yang hanya memberikan jawaban yang asal-asalan ketika anaknya bertanya mengenai suatu mata pelajaran.

3. Orangtua yang terlalu memanjakan anak atau bersikap serba boleh juga akan mengakibatkan anak tidak dapat mengembangkan kebiasaan belajar yang baik, karena tidak pernah memberikan kesempatan kepada anak untuk melatih kebiasaan disiplin secara benar.

4. Konflik dalam kehidupan rumah tangga juga dapat mengakibatkan hilang rasa aman pada anak. Bila situasi ini tidak segera bisa diatasi akan membuat anak-anak kehilangan motivasi untuk dapat berprestasi di sekolah.

5. Kurangnya fasilitas di lingkungan keluarga membuat terbatasnya kesempatan anak untuk mengembangkan hal-hal yang sudah dipelajari di sekolah.

6. Kurangnya penciptaan kondisi yang kondusif bagi belajar anak di rumah. Misalnya, orangtua yang menyuruh anaknya belajar, sementara orang tua sendiri menonton televisi; dan diperparah dengan volume televisi yang terlalu keras.

7. Kurangnya pengetahuan orang ua mengenai potensi bawaan masing-masing anak secara benar dengan irama dan tempo perkembangan tersendiri. Hal ini menimbulkan kecenderungan sikap orangtua yang kerap membanding-bandingkan anak dengan anak orang lain yang sebaya.
 Agar anak-anak terhindar dari situasi yang tidak menyenangkan dan membuat mereka senang belajar, beberapa hal berikut ini perlu diperhatikan.


Agar anak-anak terhindar dari situasi yang tidak menyenangkan dan membuat mereka senang belajar, beberapa hal berikut ini perlu diperhatikan.

1. Hargailah putra-putri Anda.
Dalam menghadapi anak-anak, cobalah untuk menerima keadaan anak sebagaimana adanya. Jangan terlalu mencari-cari kesalahannya; atau sebaliknya,  terlalu berambisi untuk membuat mereka selalu “nomor satu.”
Di satu sisi kita mencoba untuk melihat keunggulan dari segi positifnya. Kemudian berikan dorongan moral dan rasa bangga, karena pada dasarnya setiap anak ingin dibanggakan oleh kedua orangtuanya, apapun bakat dan kemampuannya.

2. Berikan kecakapan secara bertahap sesuai kemampuan anak.
Setiap anak adalah unik. Anak memiliki irama dan tempo perkembangan masing-masing. Usahakan agar anak dapat menguasai setiap kecakapan sesuai dengan irama dan tempo perkembangannya tersebut, tanpa harus memaksakan kehendak orang tua, sekedar untuk memenuhi ambisi pribadi belaka.

3. Ciptakan suasana belajar yang tepat.
Pada dasarnya setiap anak memiliki rasa ingin tahu dan semangat belajar yang tinggi. Namun perlakuan yang keliru dari orang tua atau guru, seringkali justru mematikan semangat belajar anak yang menyala-nyala tersebut.
Upayakan agar suasana belajar selalu menyenangkan. Libatkan ketiga ranah dalam proses belajar anak, yaitu: pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perkaya lingkungan belajar, dalam arti bukan hanya sekedar di dalam kamar atau ruang kelas, tetapi juga di alam bebas. Tumbuhkan suasana belajar secara aktif dan kreatif dengan merangsang kedua belahan otak secara seimbang, baik otak kiri dan otak kanan.

4. Upayakan agar anak senantiasa memperoleh penghargaan (reward) dari aktivitas belajarnya. Dengan demikian anak akan terkondisi untuk menumbuhkan motivasi internal dan semakin terpacu untuk belajar di rumah dan di sekolah.

Pada dasarnya semua anak senang belajar. Rasa ingin tahu yang mendalam membuat anak-anak ingin mempelajari segala sesuatu dengan minat yang tinggi. Apabila rasa ingin tahu ini tetap terpelihara, anakpun akan bersemangat untuk belajar.

Orangtua perlu lebih bersungguh-sungguh dalam upaya menciptakan suasana agar semangat belajar anak tidak padam, yaitu dengan memberikan contoh keteladanan dan sikap yang penuh kehangatan kasih sayang.

Berbagai hambatan bisa diubah menjadi dorongan semangat bila orang tua mau berendah hati untuk berkomunikasi secara efektif dengan anak. Dengan demikian diharapkan agar anak terhindar dari suasana belajar yang membosankan. Selain itu akan muncul anak-anak dengan pribadi unggul yang siap menghadapi berbagai tantangan kehidupan di masa mendatang.

Oleh: Yuriani



Bencana alam dalam pandangan agama Buddha


Buddha Dhamma mengajarkan bahwa kita adalah perancang nasib kita sendiri dan sebagai manusia, kita akhirnya dapat mengendalikan kekuatan yang berhubungan dengan kamma kita sendiri, umat Buddha tidak percaya bahwa semua hal berhubungan dengan kamma. Mereka tidak mengabaikan peran yang dimainkan oleh kekuatan-kekuatan alam lainnya. Seperti yang dapat dilihat, kamma hanya merupakan satu aspek dari hukum alam. Maka dugaan sederhana bahwa semua pengalaman hidup disebabkan oleh kamma adalah tidak benar.

Pemahaman elemen-elemen pokok yang berbeda dalam fisik dan alam-alam fisik ini membantu kita mendapatkan suatu pengertian yang lebih jelas tentang bagaimana satu kejadian dapat dihasilkan lebih dari satu sebab dan bagaimana faktor-faktor penentu yang berbeda dapat dengan serentak terlibat dalam mengkondisikan fenomena serta pengalaman-pengalaman tertentu. Biasanya, saat lebih dari satu dasar sedang bekerja, dasar yang lebih dominan akan menang.

Misalnya, temperatur yang ekstrim (utuniyama) dapat mempengaruhi kondisi batin (cittaniyama) dan menyebabkan seseorang merasa sakit. Atau semangat kuat (cittaniyama) sementara waktu dapat melebihi pengaruh lingkungan yang negatif (utuniyama) dan akibat kamma (kammaniyama). Dalam kasus bencana alam, energi yang berhubungan dengan karma menjadi tidak aktif karena kekuatan dari pergerakan tanah dan air yang terlalu kuat, seperti gempa bumi dan tsunami. Akibat bencana tsunami Asia yang tiba-tiba terjadi adalah sebuah demonstrasi penting tentang ketertundukan Hukum Kamma pada hukum alam (utuniyama).

Ombak yang menghancurkan dan mengambil ratusan dari ribuan makhluk hidup bekerja tanpa memandang jasa-jasa kebaikan para korban. Mereka yang mempunyai kamma baik dan buruk sama-sama menderita. Tidak seorangpun, dan tidak ada, yang dapat lolos dari energi yang menyatakan perubahan sebagai sesuatu yang tetap. Fondasi Buddhisme berdasarkan dari penerimaan kebenaran universal ini. Pemahaman mendalam atas pengetahuan tersebut akan membuat seseorang menerima dengan tenang apa yang tidak dapat dirubah, dengan demikian membuat seseorang mengalihkan energi positif mereka pada hal-hal yang positif dan spiritual.

Adalah perlu bagi manusia untuk memelihara belas kasihan dan kebaikan sebagai alat untuk belajar hidup dengan perubahan yang terus menerus. Hidup tenang tidak berarti menundukkan alam. Hal itu membuat seseorang mempunyai pengertian dan pengetahuan mendalam atas kekuatannya. Dan ini adalah alasan tepat mengapa tidak masuk akal menyalahkan kekuatan-kekuatan luar (seperti Tuhan) atas malapetaka besar yang disebabkan oleh tsunami yang menghancurkan tersebut. Tidak dapat menyalahkan siapapun dan apapun.

Bencana juga merupakan sebuah peringatan yang tepat bagi kita untuk memeriksa kembali bagaimana kita hidup, dan untuk menilai kembali hubungan kita dengan alam. Hukum Sebab Akibat (paticca samuppada) memberikan penjelasan tentang timbulnya batin dan badan dalam suatu ikatan yang saling mempengaruhi dan bergantungan. Apa yang kita pikirkan, ucapkan atau lakukan mempunyai pengaruh jauh di luar keberadaan jasmani kita. Jika kita meracuni tanah, pengaruhnya akan kembali menghantui kita melalui air-air yang terpolusi. Jika kita mengambil sikap yang selalu ingin menundukkan alam, berpikiran bahwa kecerdasan kita adalah yang paling tinggi, maka kita harus siap menghadapi akibat dari kemarahannya.

Hidup dengan sikap yang tidak ekstrim di masyarakat masa kini tidak berarti menyerah pada kemiskinan. Hal ini berarti mempunyai kemampuan dan kewaspadaan untuk hidup dalam harmoni dengan alam di sekitarnya. Hal ini berarti tidak merusak alam dan menciptakan lingkungan buatan manusia agar memuaskan indera-indera kita. Hidup dalam sikap tidak ekstrim berarti mendorong untuk mempunyai belas kasihan terhadap satu sama lain, sehingga nilai-nilai manusia melebihi keinginan material.

Sementara dunia berduka atas para korban bencana, mari kita pelihara belas kasihan dan melimpahkan jasa-jasa kepada mereka yang telah meninggal. Kita dapat melakukan ini dengan berbagai cara. Satu, kita mendapatkan jasa saat kita membantu usaha-usaha pertolongan sehingga kita dapat menyediakan bantuan langsung kepada mereka yang menderita. Dua, kita memancarkan energi mental yang positif kepada mereka yang telah meninggal sehingga mereka dapat terlahir kembali di alam yang lebih baik. Tiga, mari kita juga memancarkan pikiran cinta kasih kepada para pekerja penolong yang saat ini bekerja sebaik-baiknya untuk menolong para korban.

Semoga kita semua belajar menjadi sadar dan lebih sensitif pada hasil-hasil kerja yang telah kita lakukan untuk diri kita sendiri dan alam sehingga kita dapat hidup harmonis di antara kita sendiri, bersama alam dan alam semesta.

PERAYAAN HUT KE 50 TAHUN DAN 24 TAHUN PENGABDIAN KEBHIKSUAN Y.A. BHIKSU NYANA MAITRI MAHASATHAVIRA


Dihari ulang tahun yang ke 50 tahun dan 24 tahun pengabdian kebhiksuan Y.A. Bhiksu Nyanamaitri Mahasthavira, umat Umat Buddha di Propinsi Lampung bermuditacita. Bertepatan dengan itu umat Buddha Propinsi Lampung menandai hari itu sebagai hari yang cukup penting, oleh karena itu umat buddha yang ada berambisi untuk merayakannya pada tanggal 20-21 November 2010 bertempat di Graha Wangsa Bandar Lampung.

Bukan hanya umat yang ada di propinsi lampung saja yang berambisi untuk merayakan acara tersebut. Banyak sekali umat Buddha yang berasal dari luar Propinsi Lampung yang turut meramaikan acara itu. Adapun gambaran acara tersebut yaitu 1) Tarian Gending Sriwijaya oleh Mahasiswa STIAB Jinarakkhita Bandar Lampung, 2) Sambutan Ketua Panitia oleh Bpk. Ali Kuku, 3) Di isi oleh Dr. Ponijan Liaw, MBA (Mr. Po), 4) Talk Show oleh Bhante Saddhanyano Maha Thera, Dr. Akino, MBI Pusat Bpk. Sudamek, 5) Motivator Nomor 1 di indonesia, dan juga di hibur oleh artis-artis buddhis Propinsi dan Nasional.

Y.A. Bhiksu Nyanamaitri Mahasthavira adalah orang yang telah banyak membabarkan Dharma di setiap daerah Lampung maupun di pedesaannya, Propinsi Lain bukan hanya sekali waktu tapi kerap kali beliau  mendatanginya demi perkembangan Buddha dharma. 24 tahun bukanlah waktu yang sebentar, dapat dikatakan bahwa separuh umur hidupnya telah berperan dalam Dharma. Kita patut untuk memberikan rasa penghormatan kita sebagai umat Buddha yang berbakti dan mengerti akan ajaran Dharma Sang Buddha. Semoga jejak beliau yang telah lalu dapat memberikan pengertian lebih mendalam tentang Dharma dan jalan kebijaksanaan akan selalu terlihat lebih jelas untuk langkah kedepan.

Beliau adalah seorang bhiksu yang memiliki ambisi yang cukup besar dan rasa pedulinya terhadap Buddha Dharma. Sehingga dirinya bercita-cita memunculkan perguruan tinggi yang belum pernah ada sebelumnya dan kini telah terwujud. Namun, walaupun sudah terwujud cita-citanya memunculkan perguruan tinggi terllihat masih ada yang kurang. Karena sutau sekolah tidak akan terlihat seperti sekolah bila tidak ada tempat untuk siswa belajar, begitu juga dengan nasib kampus STIAB JINARAKKHITA. Maka dihari ulang tahunnya ini beliau mencoba untuk membuka hati dan rasa peduli umat Buddha yang hadir dalam acara Perayaan Ulang tahunnya yang ke 50 untuk turut serta memikirkan kemajuan kampus STIAB JINARAKKHITA Bandar Lampung. Ternyata usaha itu bukanlah usaha yang sia-sia, banyak dari para umat buddha yang ingin membantu perkembangan pembangunan kampus tersebut.

PISAU BERMATA DUA


Oleh: Phara Chaluai Sujivo Mahathera
  
Sepanjang kehidupan manusia, seseorang yang mempunyai kekuatan, kekuasaan, uang dan kedudukan, bagaikan menggenggam sebuah pisau tajam bermata dua. Hal ini menunjukkan bahwa kemuliaan dapat mendukung seorang untuk memupuk paramita dan meningkatkan kualitas batinnya, tapi disisi lain kemuliaan membuat seseorang terpuruk di lembah penderitaan. Jadi bagaimanakah cara yang tepat dalam menggunakan pisau tersebut?

Seseorang yang mampu mempergunakan pisau itu dengan baik dan benar, maka pisau itu dapat memberikan manfaat bagi dirinya dan orang lain. Baik pada konteks ini adalah tahu bagaimana cara menggunakan pisau tersebut dan mengerti apa saja manfaat yang akan ia dapatkan setelah menggunakan pisau tersebut. Sedangkan benar yang dimaksudkan adalah menggunakan pisau tersebut untuk tujuan yang positif.

 Tetapi bila seseorang menggunakan ketajaman pisau tersebut untuk hal-hal yang buruk atau jahat seperti halnya mengarahkan pisau itu ke dirinya sendiri, tentu saja pisau itu akan membunuh dirinya. Pada akhirnya kemuliaan yang ia peroleh dengan susah payah tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk menunjang kehidupannya saat ini maupun yang akan datang. Padahal kesempatan yang sungguh baik sangat sulit di dapatkan oleh seorang.

Untuk mendapatkan kemuliaan itu sendiri, kita harus banyak-banyak memupuk perbuatan baik. Alangkah baiknya bila kita memanfaatkan kemuliaan itu untuk meraih kebahagian yang tertinggi yaitu Nibbana.
Jika seseorang menggunakan kemuliaan itu untuk tujuan yang buruk, kemuliaan itu tidak dapat kita pertahankan, bahkan kamma buruk pun akan berbuah.

Pisau bermata dua ini mempunyai dua sisi yang berlawanan dan sama tajamnya, hal ini melambangkan dua sisi kehidupan yang berbeda dan dapat di raih tetapi harus dipilih antara yang menguntungkan dan merugikan. Manakah yang Anda pilih untuk kebahagiaan hidup anda sendiri.....?
*****

“Ada yang lebih baik daripada kekuasaan mutlak atas Bumi, daripada pergi ke Surga atau daripada memerintah seluruh dunia, yakni hasil kemuliaan dari seorang Suci yang telah memenangkan arus (Sotapatti-Phala)”


Kathina


Sekilas tentang makna kathina.
                Hari Kathina dalam Buddhisme sangat erat hubungannya dengan Sangha (persaudaraan suci para bhikkhu/bhikkhuni), sedang Sangha sangat erat hubungannya dengan pelestarian Dharma. Dengan begitu jelaslah sudah bahwa esensi peringatan Kathina adalah berkaitan erat dengan pelestarian Dharma.

                Hari Kathina menandakan berakhirnya masa Vassa yang merupakan salah satu kewajiban yang dijalankan oleh para bhikkhu/bhikkhuni selama tiga bulan setiap tahunnya. Vassa adalah masa berdiam diri bagi para anggota Sangha yang berlangsung di musim penghujan. Selama musim penghujan para bhikkhu/bhikkhuni tidak melakukan perjalanan penyebaran Dharma, tetapi berdiam bersama di satu tempat hingga musim hujan itu berakhir. Pelaksanaan Vassa ini ditetapkan semenjak zaman Buddha Sakyamuni pada sekitar 2500 tahun yang lalu.

                Masa Vassa selain memberi waktu pada para bhikkhu/bhikkhuni untuk melatih diri setelah sepanjang tahun sibuk melayani umat, juga merupakan salah satu perwujudan cinta kasih universal (metta karuna) pada semua mahkhluk hidup. Pada musim penghujan banyak binatang kecil melata yang berdiam dalam tanah sepanjang musim panas/kemarau akan keluar dari tanah. Di zaman itu para anggota Sangha melakukan penyebaran Dharma dengan berjalan kaki sehingga sangat besar kemungkinannya para binatang tanah yang kecil dan lemah itu akan mati terinjak oleh para bhikkhu/bhikkhuni yang melakukan perjalanan penyebaran Dharma, walau secara tidak disengaja.

                Inilah salah satu wujud cinta kasih universal kepada semua makhluk hidup, bahkan kepada para binatang kecil, yang diteladankan oleh Buddha dan dilestarikan oleh keluarga besar Sangha. Selain sebagai penerus pelita Dharma dan penyebar metta karuna, Sangha juga melambangkan keberadaan Sila di dunia Saha ini. Saha berarti tahan menderita, tetapi tahan menderita ini bukan dalam pengertian positif, melainkan karena adanya pandangan salah yang menganggap bentuk-bentuk berkondisi semu yang tidak kekal sebagai kebahagiaan yang sejati. Yang lebih parah lagi, para makhluk yang diliputi kebodohan batini ini mengejar kebahagiaan semu itu di atas penderitaan makhluk yang lain.

Oleh sebab itu, agar supaya dapat benar-benar dari terbebas kekeliruan pandangan salah ini, para siswa Buddha harus mengembangkan kebijaksanaan, yang mana kebijaksanaan ini berdiri di atas dasar pondasi Sila yang kokoh. Ini juga berarti, Sila yang kokoh adalah dasar dari Buddha Dharma. Buddha Dharma dalam pengembangannya boleh termanifestasi dalam berbagai bentuk aliran atau tradisi, tetapi semua itu tetap mengacu pada Sila.

Selama di dunia ini ada siswa Buddha yang tekun dan gigih dalam menjalankan Sila, selama itu pula Buddha Dharma tetap akan lestari di dunia ini. Sedang selama 2500 tahun ini, Sangha adalah perlambang Sila yang kokoh dan menyeluruh. Dengan lestarinya para anggota Sangha yang meneruskan tradisi Sila yang benar, maka lestari pulalah Buddha Dharma yang indah dan mulia.

Perayaan Kathina adalah mengingatkan kita untuk mendukung kelestarian Sangha. Dengan berakhirnya masa Vassa maka tibalah saatnya bagi para umat perumah tangga untuk menunjukkan metta karuna kepada semua makhluk dengan memberikan dukungan sepenuhnya kepada Sangha dalam bentuk dana jubah, makanan, obat-obatan serta hal-hal lain yang berguna untuk mendukung kebutuhan dasar pelestarian Sangha, yang pada akhirnya juga menunjang pelestarian Dharma. Jelaslah kini hubungan antara Kathina dengan pelestarian Dharma.

Tetapi ada satu hal yang harus dijelaskan mengenai arti tersirat dalam pemahaman pelestarian Dharma. Sangha dibentuk demi tercapainya kebahagiaan semua makhluk yang mana kebahagiaan mutlak bagi para makhluk adalah pemahaman dan penerapan akan Buddha Dharma. Jadi, dalam memberikan dukungan bagi Sangha, janganlah lupa bahwa esensi Kathina adalah pemahaman dan penerapan ajaran mulia oleh setiap siswa Buddha, yang mana salah satunya adalah menjalankan Sila.

Tidak dipungkiri bahwa tidak semua siswa Buddha menerima Sila secara resmi dari anggota Sangha, tetapi meskipun demikian Sila tetap terpancang di lubuk hati dan terpancar dalam setiap tindak tanduk kita semua.

Perayaan Kathina
Dalam menyambut masa Kathina, ada baiknya kita mengingat dan menelusuri kembali sejarah Kathina. Bagi umat Buddha, masa Kathina erat kaitannya dengan berdana kepada Sangha. Masa Kathina selalu disambut umat Buddha dengan begitu meriah, ini dapat dilihat dari semangat umat Buddha memperingati Kathina dengan berbondong-bondong datang ke Vihara. Mereka dengan perasaan bahagia, dan penuh ketulusan hati melakukan persembahan kepada Sangha.
Perayaan kathina pada tahun 2010 ini Pembina SAGIN Wilayah III Provinsi Lampung Melaksanakan dan diselengarakan di berbagai tempat diantaranya:
1. Vihara Banten (Bandar Lampung)
2. Cetya Dharma Citra (Villa Citra)
3. Vihara Thay Him Bio
4. Vihara Maitri Bhumi (Kota Bumi)
5. BEM STIAB JINARAKKHITA Bandar Lampung
6. Vihara Bodhi Citta (Pringsewu)
7. Vihara Dharma Agung (Kota Agung)
8. Beberapa Vihara di daerah seperti Unit 2, dan lampung Lampung Selatan

Antara Lidah Dan Sendok


Oleh Yang Mulia Bhikkhu Uttamo Thera
 
Bagaikan lidah yang dapat merasakan setiap rasa sayur yang melewatinya, demikian pula orang bijaksana dapat mengerti Dhamma walaupun baru sejenak mengenalnya (Dhammapada Bala Vagga 65).

Di dalam Dhammapada dikatakan ada dua jenis perkenalan dengan Dhamma. Yang pertama adalah perkenalan biasa-biasa, selanjutnya tetap biasa-biasa saja. Diibaratkan seperti sendok. Sendok tidak pernah kepedasan. Tidak pernah begitu menyentuh lombok langsung berteriak kepedasan. Kenapa? Karena sendok tidak punya rasa. Menyendok sambal bisa, kuah juga mau. Apa saja boleh diambil dengan sendok. Menyendok yang baik dan menyendok yang jelek bisa pula. Sendok tidak bereaksi, karena dia tidak pernah merasakan rasa apapun yang menempel di tubuhnya.

Begitu juga dengan umat yang termasuk jenis ini. Datang ke vihara, ikut puja-bhakti, baca paritta, dan meditasi. Termasuk ngantuk dan melamunnya... Satu kali, dua kali, tiga kali, empat kali, satu bulan, dua bulan, setahun, dua tahun sampai sepuluh tahun mengenal Dhamma tetapi masih tetap biasa-biasa.

Ketika ditanya, setelah mengenal Dhamma selama sepuluh tahun apakah masih emosi? Jawabnya, masih. Apakah setelah mengenal dhamma sudah bisa meditasi? Belum. Beginilah jenis yang pertama, selalu mengantarkan sayur ke dalam mulut, tapi tiada pernah merasakan.
Namun ada jenis perkenalan dengan Dhamma yang mulanya biasa-biasa, selanjutnya makin menggebu-gebu. Ibaratnya lidah. Lidah itu luar biasa. Seandainya satu butir nasi dimasukkan ke dalam hamburger yang kita makan, pasti kita akan dapat merasakan nasi itu. Karena lidah kita sudah terbiasa dengan rasanya, meskipun cuma satu butir. Itulah kehebatan lidah. Luar biasa.

Demikian pula dalam mengenal Dhamma. Menjadi umat Buddha bukan dilihat sudah berapa lama sudah jadi umat Buddha. Itu bukan jaminan. Tetapi, yang penting adalah sudah seberapa jauh kita merasakan nikmatnya Dhamma.

Sabbam rasam dhammaraso jinati. Dari seluruh rasa, rasa Dhammalah yang paling unggul (Dhammapada Tanha Vagga 354)

Sumber: www.artikel budhis.blogspot.com

SUTRA BUDDHA DAN MANFAATNYA

Kata sutra berasal dari bahasa sansekerta yang berarti “Hukum kebenaran” Kebenaran tersebut memiliki makna keatas sesuai dengan kebenaran para buddha dan kebawah sesuai dengan kebutuhan umat manusia.

Sutra diuraikan oleh para Buddha yang bertujuan menunjukan “jalan singkat” kepada umat yang menjalankan ibadah. Oleh karena itu sutra harus sesuai dengan hukum kebenaran dan kebutuhan umat manusia, sehingga dengan demikianlah baru dapat dianut oleh umat Buddha.