alamat redaksi

Alamat Redaksi : Yayasan Buddhayana Vidyalaya Jl. Sultan Haji No.80, Sepang Jaya Kec. Kedaton Bandar Lampung

Edisi Buletin

Sabtu, 26 Februari 2011

Bencana alam dalam pandangan agama Buddha


Buddha Dhamma mengajarkan bahwa kita adalah perancang nasib kita sendiri dan sebagai manusia, kita akhirnya dapat mengendalikan kekuatan yang berhubungan dengan kamma kita sendiri, umat Buddha tidak percaya bahwa semua hal berhubungan dengan kamma. Mereka tidak mengabaikan peran yang dimainkan oleh kekuatan-kekuatan alam lainnya. Seperti yang dapat dilihat, kamma hanya merupakan satu aspek dari hukum alam. Maka dugaan sederhana bahwa semua pengalaman hidup disebabkan oleh kamma adalah tidak benar.

Pemahaman elemen-elemen pokok yang berbeda dalam fisik dan alam-alam fisik ini membantu kita mendapatkan suatu pengertian yang lebih jelas tentang bagaimana satu kejadian dapat dihasilkan lebih dari satu sebab dan bagaimana faktor-faktor penentu yang berbeda dapat dengan serentak terlibat dalam mengkondisikan fenomena serta pengalaman-pengalaman tertentu. Biasanya, saat lebih dari satu dasar sedang bekerja, dasar yang lebih dominan akan menang.

Misalnya, temperatur yang ekstrim (utuniyama) dapat mempengaruhi kondisi batin (cittaniyama) dan menyebabkan seseorang merasa sakit. Atau semangat kuat (cittaniyama) sementara waktu dapat melebihi pengaruh lingkungan yang negatif (utuniyama) dan akibat kamma (kammaniyama). Dalam kasus bencana alam, energi yang berhubungan dengan karma menjadi tidak aktif karena kekuatan dari pergerakan tanah dan air yang terlalu kuat, seperti gempa bumi dan tsunami. Akibat bencana tsunami Asia yang tiba-tiba terjadi adalah sebuah demonstrasi penting tentang ketertundukan Hukum Kamma pada hukum alam (utuniyama).

Ombak yang menghancurkan dan mengambil ratusan dari ribuan makhluk hidup bekerja tanpa memandang jasa-jasa kebaikan para korban. Mereka yang mempunyai kamma baik dan buruk sama-sama menderita. Tidak seorangpun, dan tidak ada, yang dapat lolos dari energi yang menyatakan perubahan sebagai sesuatu yang tetap. Fondasi Buddhisme berdasarkan dari penerimaan kebenaran universal ini. Pemahaman mendalam atas pengetahuan tersebut akan membuat seseorang menerima dengan tenang apa yang tidak dapat dirubah, dengan demikian membuat seseorang mengalihkan energi positif mereka pada hal-hal yang positif dan spiritual.

Adalah perlu bagi manusia untuk memelihara belas kasihan dan kebaikan sebagai alat untuk belajar hidup dengan perubahan yang terus menerus. Hidup tenang tidak berarti menundukkan alam. Hal itu membuat seseorang mempunyai pengertian dan pengetahuan mendalam atas kekuatannya. Dan ini adalah alasan tepat mengapa tidak masuk akal menyalahkan kekuatan-kekuatan luar (seperti Tuhan) atas malapetaka besar yang disebabkan oleh tsunami yang menghancurkan tersebut. Tidak dapat menyalahkan siapapun dan apapun.

Bencana juga merupakan sebuah peringatan yang tepat bagi kita untuk memeriksa kembali bagaimana kita hidup, dan untuk menilai kembali hubungan kita dengan alam. Hukum Sebab Akibat (paticca samuppada) memberikan penjelasan tentang timbulnya batin dan badan dalam suatu ikatan yang saling mempengaruhi dan bergantungan. Apa yang kita pikirkan, ucapkan atau lakukan mempunyai pengaruh jauh di luar keberadaan jasmani kita. Jika kita meracuni tanah, pengaruhnya akan kembali menghantui kita melalui air-air yang terpolusi. Jika kita mengambil sikap yang selalu ingin menundukkan alam, berpikiran bahwa kecerdasan kita adalah yang paling tinggi, maka kita harus siap menghadapi akibat dari kemarahannya.

Hidup dengan sikap yang tidak ekstrim di masyarakat masa kini tidak berarti menyerah pada kemiskinan. Hal ini berarti mempunyai kemampuan dan kewaspadaan untuk hidup dalam harmoni dengan alam di sekitarnya. Hal ini berarti tidak merusak alam dan menciptakan lingkungan buatan manusia agar memuaskan indera-indera kita. Hidup dalam sikap tidak ekstrim berarti mendorong untuk mempunyai belas kasihan terhadap satu sama lain, sehingga nilai-nilai manusia melebihi keinginan material.

Sementara dunia berduka atas para korban bencana, mari kita pelihara belas kasihan dan melimpahkan jasa-jasa kepada mereka yang telah meninggal. Kita dapat melakukan ini dengan berbagai cara. Satu, kita mendapatkan jasa saat kita membantu usaha-usaha pertolongan sehingga kita dapat menyediakan bantuan langsung kepada mereka yang menderita. Dua, kita memancarkan energi mental yang positif kepada mereka yang telah meninggal sehingga mereka dapat terlahir kembali di alam yang lebih baik. Tiga, mari kita juga memancarkan pikiran cinta kasih kepada para pekerja penolong yang saat ini bekerja sebaik-baiknya untuk menolong para korban.

Semoga kita semua belajar menjadi sadar dan lebih sensitif pada hasil-hasil kerja yang telah kita lakukan untuk diri kita sendiri dan alam sehingga kita dapat hidup harmonis di antara kita sendiri, bersama alam dan alam semesta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar